Jumat, 25 Februari 2011

Bagaskara Putra Rusmana


17 Februari 2011, 04.00 WIB

Pagi itu saya tertidur dengan lelapnya, tiba-tiba handphone saya berbunyi.. PING! PING!

Dengan mata yang masih penuh kantuk saya melihat handphone saya dan saya melihat ada bbm dari bang ucup *suami kakak saya " Dek kakak udah mau melahirkan ". Langsung saja saya menelepon tika dan mama yang ada di Jakarta. Mereka sedang di perjalanan menuju rumah sakit. Mama bingung saya mendapat kabar dari mana, karena mereka belum sempat mengabari saya. Saya bilang mendapatkan kabar dari bang ucup. Mama bercerita kalau kakak sudah mengeluarkan darah yang cukup banyak, mungkin itu tanda kelahiran jadi segera dibawa ke rumah sakit.

Awalnya saya berencana pulang ke Jakarta sekitar tanggal 20an. Prediksi dokter, kakak saya melahirkan pada awal Maret, jadi saat itu saya belum ada persiapan apa-apa untuk pulang ke Jakarta. Dengan sedikit diskusi dengan mama, saya putuskan untuk ke Jakarta hari itu juga dengan menumpang kereta paling pagi yaitu kereta bisnis Fajar Utama. Begitu pun dengan bang ucup, bang ucup yang sedang berada di Banjarmasin segera memesan tiket pesawat untuk terbang ke Jakarta.

Di perjalanan menuju Jakarta mama menelepon saya, mama mengabarkan kalau kakak disuruh pulang dulu ke rumah karena ini bukan benar-benar kontraksi untuk melahirkan. Sesampainya di rumah, saya langsung disambut oleh keluarga saya, kakak sedang disuruh jalan mondar-mandir di dalam rumah dan berjongkok, katanya agar mempercepat pembukaan pintu lahirnya. Perut kakak saya saat itu sudah besar sekali. Terakhir bertemu dengan kakak saya sekitar dua bulan yang lalu ketika perutnya tidak sebesar itu.

Kakak saya yang sudah hamil tua itu terlihat agak kelelahan karena bolak balik rumah sakit dan disuruh berjalan mondar-mandir juga berjongkok. Mama pun menyarankan kepada kami semua untuk segera beristirahat.


18 Februari 2011, 00.01 WIB

Malam ini saya tidur juga dengan nyenyaknya, mungkin karena kelelahan karena perjalanan seharian dari Jogja menuju Jakarta. Tiba-tiba mama membangunkan saya karena bang ucup memanggil mama dan memberi tahu kalau kakak pendarahan lagi. Kali ini darahnya cukup banyak, terlihat dari darah yang ada di lantai kamar kakak dan bang ucup. Bang ucup saat itu terlihat sangat panik, saya,mama, papa dan tika langsung saja dengan baju seadanya lalu masuk ke dalam mobil dan menuju rumah sakit. Alhamdulillah rumah sakit tempat kakak saya berencana untuk bersalin tidak terlalu jauh dari rumah, jadi kakak segera dapat ditangani.

Perut kakak mulai berkontraksi lagi, dari tengah malam sampai kira-kira pagi. Tapi menurut suster, pembukaan kakak ga naik-naik lagi, saat itu kakak baru sampai pembukaan 3. Suster memberi pilihan mau dibawa pulang lagi ke rumah atau diinduksi, untuk mempercepat proses pembukaan pintu rahimnya. Bang ucup memutuskan untuk diinduksi. Menurut cerita kakak dan pengalaman ibu hamil yang pernah diinduksi, diinduksi ini cukup menimbulkan rasa sakit bagi ibunya.

Saya, mama, tika dan bang ucup selalu bergantian untuk menjaga kakak di kamar tunggu persalinan. Sampai-sampai saya sudah beberapa kali ditegur oleh suster karena lupa memakai baju pengunjung dan menunggu ibu hamil lebih dari satu orang.

Setelah terus menanti, pembukaan kakak belum juga bertambah. Untuk mengetahui berapa pembukaannya, suster akan melakukan pemeriksaan dalam atau disebut VT. Saat pemeriksaan itu saya sedang di dalam kamar tunggu bersalin, saya benar-benar melihat bagaimana kakak diperiksa. Saya tidak tega melihat kakak kesakitan. Saya saja sempat diingatkan suster untuk tidak melihat, karena ada kemungkinan akan trauma, karena saya belum pernah melahirkan. Tapi karena rasa penasaran saya yang cukup besar, saya tahan-tahan saja untuk melihat proses pemeriksaan itu.

Sudah sekitar setengah hari menunggu, pembukaan kakak belum bertambah juga. Dokter menawarkan untuk induksi sekali lagi. Kakak merasakan sakitnya induksi untuk kedua kalinya. Induksi itu pun tidak berhasil lagi. Akhirnya kakak harus diinfus untuk mempercepat pembukaan, tapi setelah diinfus tetap saja tidak ada perkembangan. Dokter memutuskan untuk memecah ketubannya, ini dimaksudkan agar mempercepat pembukaan dan persalinan normal. Pemecahan ketubannya ini tidak berhasil, kakak sudah merasakan sakit sekali, mama saja yang melihatnya sampai sudah begitu sedih. Tidak tega melihat kakak. Semua hal ini dilakukan untuk berupaya agar kakak bisa melahirkan secara normal tidak dengan SC (operasi sesar).

kami semua menemani kakak disaat-saat menunggu kelahiran

19 Februari 2011, 01.00 WIB

Setelah semua usaha yang telah ditempuh untuk melahirkan normal tidak membuahkan hasil, akhirnya bang ucup dan kakak memutuskan untuk melahirkan dengan operasi sesar. Alhamdulillah pada pukul satu dini hari keponakan saya yang paling lucu hadir kedunia ini dengan berat 3,28 kg dan panjang 51 cm.


baby bagas lagi tidur siang

Sabtu, 05 Februari 2011

Saya Bertemu Rudy

Rudy adalah panggilan Pak Habibie sewaktu muda dulu... Begitulah yang saya baca dari buku Habibie dan Ainun.

Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan untuk saya. Saya bertemu dengan Rudy idola saya. Saya sangat mengidolakan Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie, tidak hanya karena kepintarannya, prestasinya, tapi juga karena kecintaannya pada istrinya Ibu Hasri Ainun Habibie...

Siang itu pukul 14.00 saya sudah berada dalam daftar pengunjung Gramedia Ambarukmo Plaza yang mengantri untuk mendapat tanda tangan Pak Habibie yang dijadwalkan akan melakukan signing book Habibie Ainun disana. Saya sangat bersemangat, penuh suka cita karena akan bertemu idola saya.

Saya tidak sendiri, siang itu saya ditemani oleh Sasa, Intan dan Miun. Sasa dan Intan tidak membeli bukunya, tetapi merekalah yang sangat berjasa mengabadikan pertemuan saya dengan idola saya itu. Terima kasih sebesar-besarnya untuk Sasa dan Intan. Miun dan Saya membawa buku Habibie Ainun. Ini adalah kali kedua saya membeli bukunya, sebelumnya saya sudah membelinya dan memberikan buku itu kepada seseorang sebagai hadiah. Dan buku yang ini akan saya simpan untuk diperlihatkan kepada anak cucu saya kalau saya pernah duduk berdampingan dengan Presiden ke 3 di republik ini.


sambil mengantri kami berfoto-foto dulu


saya benar-benar terharu bisa duduk sedekat ini dengan Pak Habibie


salam untuk Clara Ayu
Habibie
5 Februari 2011

Jumat, 04 Februari 2011

Pendekar

Gong Xi Fa Chai...

Tepat tanggal 3 Februari yang lalu, masyarakat keturunan tionghoa merayakan tahun barunya. Seperti tahun baru lainnya seperti tahun baru masehi, tahun baru Islam, tahun baru imlek pun menjadi hari libur nasional di Indonesia. Saya pun memanfaatkan hari libur itu untuk liburan singkat bersama teman-teman.

Sejak beberapa bulan yang lalu, saya sangat ingin sekali mengunjungi kota Semarang. Awalnya saya berniat untuk naik bis kesana dan berjalan-jalan disana dengan angkot seorang diri, niatnya ingin mencoba berpetualang hehe... Tapi setelah mendengar saran dari teman saya yang bertempat tinggal di Semarang, saya disarankan jangan kesana sendirian apalagi saya seorang perempuan dan belum pernah kesana. Akhirnya saya memutuskan untuk mengajak teman saya Sasa. Saya dan Sasa tidak tau jalan-jalan di kota itu. Kami pun memutuskan untuk mengajak Tiwi dan Koplak yang notabennya tinggal di Semarang. Wah semakin seru saja perjalanan kami nanti, pikir saya sewaktu Sasa memberitahu bahwa Tiwi dan Koplak akan ikut juga.

Pukul 3 pagi kami berangkat dari kos saya dan Sasa. Kami mengunjungi beberapa tempat wisata disana. Pertama ke Rawa Pening di Banyu Biru, Air Terjun Semirang, Sam poo kong, Kota tua dan yang terakhir berkeliling-keliling di kota Semarang sambil mencicipi kuliner yang ada disana.

Untuk cerita lengkap perjalanan kami hari itu, bisa dibaca di blog teman saya Sasa. Saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya dan teman-teman di Sam poo kong.

Hari itu Sam poo kong ramai sekali. Dari kejauhan sudah terlihat tempat parkir depan Sam poo kong penuh dengan motor-motor dan pedagang-pedagang yang berjualan. Kami yang berkendara mobil jadi tidak bisa parkir di dalam. Akhirnya kami memarkirkan mobil di pinggir jalan yang mengharuskan kami berjalan lagi ke area Sam poo kong. Tiket masuk untuk hari itu sebesar Rp.3000. Informasi yang saya dapatkan dari Koplak, di hari-hari biasa tidak dipungut biaya, pengunjung bisa masuk begitu saja tanpa harus membeli tiket. Mungkin karena sedang ada perayaan Imlek maka tiket masuk diberlakukan.

Diarea dalam Sam poo kong sedang ada acara barongsai, tapi kami tidak tertarik untuk menonton pertunjukkan itu. Ramai sekali disana, penuh sesak pengunjung. Kami pun mencari tempat-tempat yang bagus untuk mengambil gambar dengan kamera Sasa. Sasa juga membawa tripod, alasannya agar kami bisa foto berempat.

Kami pun berfoto-foto di depan beberapa bangunan disana. Bangunannya unik-unik, saya sangat menyukai bentuk atapnya, karena melengkung diujungnya, lucu sekali menurut saya. Warna bangunannya juga bagus, merah.... Bagus untuk menjadi latar foto kami hehe. Kami berfoto disana tepat pada pukul 12 siang, panas terik matahari membuat kami agak kepanasan. Tapi memang tidak sepanas hari-hari sebelumnya kata Sasa yang pernah kesana sebelumnya.

Pandangan saya tidak sengaja tertuju pada sebuah batu (sebutan saya untuk benda itu) yang ada di depan salah satu bangunan disana. Tiba-tiba ide saya muncul untuk berfoto diatas batu itu. Saya pun mengajak teman-teman saya untuk foto diatas batu itu. "Ah jangan... jangan... malu banyak orang, nanti kita diliatin gitu" kata salah satu teman saya yang pemalu. Koplak pun nyeletuk "hahaha ga papa mumpung ga ada yang kenal, itung-itung belajar nebelin muka". Kami pun memutuskan untuk menutup kegiatan foto-foto kami dengan berfoto di atas batu itu. Tapi kami bingung mau bergaya apa, saya pun melihat sekeliling area Sam poo kong, ada beberapa patung disana.

"Ayo kita foto dengan gaya pendekar aja kayak gaya patung-patung itu" seru saya...

Dengan penuh kepercayaan diri kami pun menaiki batu itu dan bergaya-gaya layaknya seorang pendekar. Tadinya kami ingin foto berempat, tapi sayang teman saya Sasa mendadak jadi pemalu karena melihat begitu banyak orang disana. Akhirnya saya, Tiwi dan Koplak saja yang berfoto diatas batu itu. Dan sang fotografer dengan menahan malunya karena ulah teman-temannya itu pun mengambil gambar kami. Terlihat dari kejauhan banyak pengunjung yang melihat ulah kami. Ada yang ketawa ketiwi, ada juga yang memberikan pandangan penuh arti. Ada juga orang-orang yang membawa kamera mengambil foto kami hehe..

batu?

tatapan penuh arti mbak-mbak pengunjung


pendekar siap tempur

hormat graaaak

Setelah berfoto diatas batu, kami pun meninggalkan Sam poo kong. Saya dan teman-teman melihat hasil foto tadi. Dari bincang-bincang kami, ternyata hasil foto dengan penuh gaya dan ekspresi akan menghasilkan foto yang lebih bagus daripada yang kalem-kalem aja haha begitu istilah kami menyebut gaya foto yang senyum-senyum aja. Selain itu, melakukan sesuatu yang tidak biasa dan agak malu-maluin ternyata seru juga loh. Kami bisa tertawa lepas dan suasana hati pun bisa menjadi riang gembira. Silahkan dicoba....